Reisha Park merapatkan mantelnya, berusaha menahan dingin yang menusuk rusuknya Menurut ramalan cuaca, suhu hari ini mencapai -2 derajat. Sialnya, Ia tidak membawa sarung tangan, topi, maupun syal. Ia masih tidak terbiasa dengan cuaca yang ekstrim seperti ini. Reisha melongok ke jendela, melihat butiran salju yang turun sedikit demi sedikit, menutupi jalanan kota. Ah, ia rindu kotanya yang hangat dan berlimpah sinar matahari. Hangat. Kapan terakhir kali ia merasa hangat? Matanya awas memandang jendela di sebrang gedung apartemennya. Lampu kamar tersebut padam, menandakan bahwa pemiliknya belum kembali. Ah, Abimanyu Lesmana. Kau pasti kembali menghabiskan malammu bersama perempuan itu kan? Reisha menghela nafas panjang. Entah harus berapa ratus malam ia habiskan untuk menyadari bahwa laki - laki itu tidak lagi peduli padanya. *** Jakarta, 4 Februari 2015 "Sudah cukup, Sha. Aku lelah dengan semua sandiwaramu" "Dengerin aku dulu, bi. Please.."
“Dia cuma teman” ucap Leni mantap. “Teman?” tanya Rea dengan alis diangkat. “Iya, teman kerja.” jawab Leni. Ia sudah tidak semantap tadi. Rea menggebrak mejanya dengan sedikit kesal. “Dan lo percaya gitu aja? Len, lo ga ngerasa kalo cowok lo terlalu sering cerita soal si Sere?” Leni menggeleng. “Hmm .. iya juga sih..” “Lo udah pernah ketemu sama si Sere Sere ini?” Leni menggeleng. “Gue Cuma denger ceritanya dari Putra doang. Si Sere ini tinggal sebatang kara, Re. Makanya Putra baik banget sama dia. Lo tau sendiri lah Putra gimana, orangnya ga tegaan.” “Putra itu tetep cowok, Len. Cowok tuh makhluk abstrak yang gak pernah tahan godaan. Apalagi si Sere ini katanya model. Model, Len. Model!” ucap Rea dengan berapi-api. Leni membelalakkan matanya. “Hus, udah ah Re, ga asik dibahas terus-terusan. Gue percaya kok sama Putra.” “Ga boleh, Len. Lo ga bisa percaya seratus persen sama Putra. Kali ini emang cuma makan bareng. Terus pulang bareng. Abis itu apa lagi yang dilak