Skip to main content

Posts

Perpisahan*

Reisha Park merapatkan mantelnya, berusaha menahan dingin yang menusuk rusuknya Menurut ramalan cuaca, suhu hari ini mencapai -2 derajat. Sialnya, Ia tidak membawa sarung tangan, topi, maupun syal. Ia masih tidak terbiasa dengan cuaca yang ekstrim seperti ini. Reisha melongok ke jendela, melihat butiran salju yang turun sedikit demi sedikit, menutupi jalanan kota. Ah, ia rindu kotanya yang hangat dan berlimpah sinar matahari. Hangat. Kapan terakhir kali ia merasa hangat? Matanya awas memandang jendela di sebrang gedung apartemennya. Lampu kamar tersebut padam, menandakan bahwa pemiliknya belum kembali. Ah, Abimanyu Lesmana. Kau pasti kembali menghabiskan malammu bersama perempuan itu kan? Reisha menghela nafas panjang. Entah harus berapa ratus malam ia habiskan untuk menyadari bahwa laki - laki itu tidak lagi peduli padanya. *** Jakarta, 4 Februari 2015 "Sudah cukup, Sha. Aku lelah dengan semua sandiwaramu" "Dengerin aku dulu, bi. Please.."
Recent posts

Serena (1)

“Dia cuma teman” ucap Leni mantap. “Teman?” tanya Rea dengan alis diangkat. “Iya, teman kerja.” jawab Leni. Ia sudah tidak semantap tadi. Rea menggebrak mejanya dengan sedikit kesal. “Dan lo percaya gitu aja? Len, lo ga ngerasa kalo cowok lo terlalu sering cerita soal si Sere?” Leni menggeleng. “Hmm .. iya juga sih..” “Lo udah pernah ketemu sama si Sere Sere ini?” Leni menggeleng. “Gue Cuma denger ceritanya dari Putra doang. Si Sere ini tinggal sebatang kara, Re. Makanya Putra baik banget sama dia. Lo tau sendiri lah Putra gimana, orangnya ga tegaan.” “Putra itu tetep cowok, Len. Cowok tuh makhluk abstrak yang gak pernah tahan godaan. Apalagi si Sere ini katanya model. Model, Len. Model!” ucap Rea dengan berapi-api. Leni membelalakkan matanya. “Hus, udah ah Re, ga asik dibahas terus-terusan. Gue percaya kok sama Putra.” “Ga boleh, Len. Lo ga bisa percaya seratus persen sama Putra. Kali ini emang cuma makan bareng. Terus pulang bareng. Abis itu apa lagi yang dilak

Cerita Cinta pakai Otak - Part 1

Aku menonton lelaki yang sedang menyanyi di atas panggung dengan penuh minat. Aku tahu lagu ini. Judulnya Crush, dinyanyikan oleh David Archuleta. Sesungguhnya, ini adalah lagu favoritku. Aku yang meminta Idan menyanyikan lagu ini. Do you ever think When you're all alone All that we could be? Where this thing could go? Am I crazy or falling in love? Is it real or just another crush? Do you catch a breath When I look at you? Are you holding back Like the way you do? 'Cause I'm trying, trying to walk away But I know this crush ain't going away Going away " Awesome, like always ~" ucapku sambil bertepuk tangan dengan semangat 45 setelah Idan selesai bernyanyi. Idan tertawa kecil. " Thanks for coming ." ucapnya tulus. Ia memamerkan senyum-lesung-pipitnya, membuat gadis - gadis dibelakang kami kehilangan akal sehat. Mereka sibuk berbisik dan saling sikut.  "Nah, karena kamu udah baiiik banget mau nyanyiin lagu aku, aku kasih

Silence (2)

Post it lagi. Elang memang rajin sekali mengirimkan post it berwarna warni dan 'makanan kecil' ke meja Shera. Kali ini berwarna pink, disertai dengan sepotong cheesecake . Shera Andini lebih suka keju daripada cokelat. Noted :) -E- Shera tersenyum. Elang pasti membaca postingan blognya semalam, yang isinya membandingkan keju dan cokelat. "Duh, yang lagi berbunga-bunga .." Fara mencomot post it yang dipegang Shera dan membacanya. "So sweet banget deh si Elang. Nanti lo pulang bareng dia?" Shera menggeleng. "Gue mau nyaring tulisan buat Youth. Gabisa pulang cepet." Youth adalah sebuah rubrik baru bagi remaja di koran Selamat Pagi yang terbit seminggu sekali. Sudah beberapa hari ini Shera membantu Restu dkk untuk mengurus rubrik itu. Shera sih senang-senang saja mengerjakan itu, tapi masalahnya, di proyek kali ini ia harus banyak berhubungan dengan lelaki yang dulu membuatnya bertekuk lutut. Sudah tiga bulan berlalu sejak Sher

Silence (1)

Shera membaca kembali cerpen yang baru dibuatnya. Menurutnya, ini ide yang tidak masuk akal dan tidak akan berhasil. Tidak masuk akal, karena 'menyatakan perasaan' lewat cerita adalah cara yang sangat kuno dan kekanakan. Tidak akan berhasil, karena orang itu tidak mungkin membaca ceritanya. Tentu saja. Seorang Erga Prasetya yang sangat serius, mustahil membaca majalah remaja. "Namanya juga usaha, Sher. Ga ada salahnya kan?" Begitu kata Fara ketika Shera menyatakan bahwa idenya itu mustahil untuk dilaksanakan. "Lagipula, Erga belum tentu sadar sama kode lo yang minimalis itu. Plis deh Sher, ini tuh jamannya perempuan yang maju duluan!" Ucap Fara dengan berapi-api. Shera menatap layar laptopnya. Ia hanya butuh menekan tombol send, dan cerita setengah curhatnya itu akan muncul di majalah Aksara minggu depan. Shera menimbang - nimbang. Ya, tidak. Ya, tidak. Benar kata Fara. Erga belum tentu sadar kalau yang ia ceritakan disitu adalah dirinya.